Powered By Blogger

Jumat, 02 Desember 2016

KAKI-KAKI SEMUT


Besok, dua desember dua ribu enam belas. Ada Aksi Islam Super Damai III yang akan dilaksanakan di Monas. Bukan tanpa perjuangan mendapatkan ijin resmi dari kepolisian. Ulama dan MUI memberi janji, aksi akan damai, polisi juga akan mencegah aksi-aksi makar. Menyiagakan diri dari berbagai sisi untuk mencegah provokator mengikuti aksi. Siapa mereka? Siapa para provokator itu? Siapa mereka yang tega menodai keutuhan toleransi negeri ini? Siapa provokator yang terus berburu kesempatan agar impiannya tercapai? Siapa yang dengan terang menodai sebuah kebhinekaan lalu meminta maaf dengan alasan khilaf?
.
Awalnya, bus-bus dilarang mengangkut para peserta. Pemilik mobil sewaan pun ditakuti dengan scene-scene kerusuhan yang akan membuat kerugian. Tapi, ada satu aksi kaki-kaki semut, berjalan dari kota tempat mereka belajar, menelusuri aspal jalan agar sampai ibukota dengan kesunggguhan. Ya, pasukan Ciamis menjawab pelarangan yang dikeluarkan oleh kepolisian negara. Ada dua kaki, pikir mereka. Kenapa tidak digunakan untuk jalan ke Jakarta? Toh, capek istirahat. Lapar, minggir sebentar, makan. Haus, duduk minum. Salat, masjid ada di mana-mana. Mandi dsb, masjid pasti ada kamar mandinya. Tidur, masjid sudah tikarnya. Perbekalan, tangan-tangan saudara seiman siap menyambut mereka sepanjang perjalanan.
.
Ah, mereka kurang kerjaan. Baiknya mencari sesuap nasi demi anak istri. Ada juga, pengantin baru, istri tidak memberi restu. Ya sudah, tidak perlu memberi komentar kepada saudara seiman yang melakukan perjalanan untuk ikut salat jumaatan. Tidak perlu menyalahkan mereka, mereka ingin menyuarakan pendapatnya, menjadikan rohnya sebagai saksi membela agama. Apa dengan turun ke jalan disebut membela agama? Perbaiki diri sendiri dulu; celoteh mereka. Toh, kasus berjalan sebagaimana mestinya, apa karena tuntutan harus segera dipenjara? Jadi memaksa hukum untuk menyegerakan perkara? Ini negara hukum, bukan negara islam; teriak mereka. Di Indonesia ini, hukum dibuat atas nama Bhineka Tunggal Ika. Mengacu pada hukum-hukum agama yang berlaku di negara tercinta.
.
Ah, itu karena kalian terhasut oleh perkataan ulama ‘sotoy’. Mungkin iya, sama seperti kami terhasut oleh kata-kata sebuah video yang sangat membuat kami terluka. Proses-proses penghasutan tapi berbeda isi kata-kata hasutan. Diamlah di rumah lalu bilang,”aku akan berjihad lewat aksara.” Itu kalimat untuk perempuan, bagi laki-laki kalau ada yang bilang begini, “Aku gak mau ikut karena aksi-aksi seperti itu biasanya ribut dan malah membuat perpecahan.” Pakaikan saja dia mukena, menjelek-jelekkan ulama dan suka mencari alasan untuk menghindar dari membela agama.
.
Untuk laki-laki yang tidak mau menggerakkan kakinya ke ibukota. Ikut dzikir, istighosah dan salat jumat bersama, lebih baik diam dan mulai mencari cara agar proses hukum lancar tanpa kendala. Dengan apa? Toh kita hanya rakyat kecil biasa. Itu karena kamu sendiri, beda kalau berjamaah, kaki-kaki kecil kita akan dilihat oleh penguasa, bahkan dunia.
.
Akhir jaman itu pasti, Akhi. Mau dicegah bagaimana pun, umat islam akan menyerukan pergolakan di setiap negeri yang dipimpin oleh penguasa-penguasa yang tak sejalan dengan undang-undang.
.
Kita, umat Muslim adalah mayoritas. Dan mereka adalah minoritas. Toleransi adalah saling menjaga diri. Menyelamatkan bumi pertiwi ini dari calon-calon pemimpin yang tak pandai mengatur emosi.
.
Barakallah ^^
.
No debat, awas kalau debat.
.
Klaten, 01 Desember 2016
#nunox90

Tidak ada komentar:

Posting Komentar