Powered By Blogger

Selasa, 06 Juni 2017

WAJAH PEREMPUAN BERCADAR











“Loh? Kok pulang-pulang nangis?” Perempuan itu melepas kerudungnya di depanku. Membuka belitan kain cadar yang menutup wajahnya. Matanya kebanjiran air, meluber ke pipi kanan dan kiri. Bahkan ingusnya pun ikut hadir. “Sini … sini… Akang peluk sini.”

“Akang teh gimana, istri pulang nangis sesenggukan gini kok didiemin saja. ”Bibir mungil itu masih saja bisa berbicara manis meski air matanya tumpah. Mengalah sajalah, dari pada berbuntut panjang. Bisa-bisa malam ini aku diusir tidur depan televisi.

Istriku mengambil beberapa helai tisu untuk menyapu wajah sembapnya. Masih memakai gamis warna hitam, hadiah ulang tahun yang kuberikan saat dia umur tiga puluh tahun. Dia berjalan lalu membuka almari, mengambil daster, baju dinasnya di rumah. Meletakkannya di meja rias, dan dia masih sesenggukan. “Mau cerita sekarang?” tanyaku lembut.Aku melihat pantulan tubuhnya di cermin, dia menunduk, “Ya sudah, Akang keluardulu. Adek mau ganti baju kan?”

Aku melangkah ke arah pintu meski belum mendapat jawaban, “Akang di sini saja.” Dia mulai manja.

“Lah? Adek mau ganti baju, kan? Masak Akang harus lihat?” Aku mulai mengatur strategi.

“Akang ini pikirannya, siapa yang mau ganti baju,” suaranya mulai meninggi, “aku mau cerita.”

Ditariknya halus tanganku ke tepian ranjang, kami sama-sama duduk berhadapan. “Kang … apa alisku seperti pernah dikerok atau disulam?” tanyanya sambil terisak,  “tadi waktu melayani pembeli di toko. Ada ibu-ibu yang bertanya, Mbak alisnya dicukur ya. Setelah itu aku jawab enggak, eh si Ibu itu bertanya lagi, berarti disulam. Aku jawab lagi enggak juga. Ibu itu tidak percaya dan bilang kalau ada berita perempuan bercadar tapi alisnya dikerok.”

“Lalu kamu jawab apa?” tanyaku sambil mengusap lelehan air matanya.

“Saya bukan perempuan yang ada di berita itu,” jawab istriku polos. “tapi Ibu itu malah berkomentar pedas lagi ya sudah aku diam saja.  Sambil nangis.”

“Sini, biar Akang lihat lagi alisnya. Ada sulaman gak?” Jemariku meraba lembut bulu-bulu alis yang tak beraturan itu, “lalu bulu matanya ada tempelannya gak?” Mata cantiknya tertutup. Lalu dengan cepat kukecup keningnya.

“Akang kenapa malah mencium keningku sih?!” Mood istriku sudah naik ke level empat.

“Mencuri kesempatan dalam kesempitan.” Dia cemberut, kubelai lembut kepalanya, “Dek, kita sedang berada di jaman yang mana sebuah sunnah menjadi bahan cemoohan. ”Kembali kucium pipi kirinya cepat. Bergegas lari.

“Akang Hendri!!!”

Menyiapkan mental untuk tidur sendirian di luar kamar. Jangan harap aksi romantic tadi dapat balasan. Yang jelas pasti istriku akan balas dendam. Dengan mempersilakan aku ditemani nyamuk-nyamuk terbang semalaman.


Picture by Google
Klaten, 15 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar